Soal Kasus Liempepas Bersaudara, Pengamat Sebut Sudah Kadaluwarsa, Ini Penjelasan Objektifnya

Kabar-online, ManadoPengamat politik yang juga pakar hukum pidana, Eugenius Paransi SH MH, memberikan pandangan secara objektif terkait tindak pidana pemilu yang menjerat dua caleg Gerinda di Sulawesi Utara, Cristovel dan Indra Liempepas. Dia menilai kasus ini sejatinya telah lewat waktu atau dengan kata lain kadaluwarsa.

Dalam penjelasannya saat diwawancara, Jumat (24/5/2024), Paransi merunut aturan-aturan tentang kepemiluan yang mendukung penilaian tersebut. Dia menjelaskan terkait kepemiluan diatur dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Turunan dari pada undang-undang itu adalah Perbawaslu nomor 22 tentang penanganan temuan dan laporan pelanggaran pemilihan umum.

“Kalau ada laporan penanganan pemilu itu, pintu masuk terhadap laporan temuan itu melalui Bawaslu,”jelasnya.

Dalam Perbawaslu nomor 3 tahun 2023 tentang Sentra Gakkumdu terpadu yang menangani itu ada tiga lembaga yakni Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Sentra ini dibentuk dalam rangka menangani pelanggaran pemilihan umum. Selanjutnya bila ada laporan masyarakat terkait pelanggaran pemilu, maka mengacu pada Perbawaslu nomor 7 tahun 2022 tentang penanganan temuan dan laporan pelanggaran pemilu, itu dilaporkan pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Laporan itu, sebagaimana dijelaskan pada pada pasal 8 ayat 1 dilaporkan pada setiap tahapan pelanggaran pemilu, pada ayat 3 bahwa laporan itu disampaikan paling lambat 7 hari sejak diketahui.

Tahapan pemilu disebut Paransi, sudah diatur dalam PKPU nomor 3 tahun 2022.

“Kalau laporannya ditemukan pada tahapan masa tenang, itu berarti tanggal 10 sampai 13 Februari. Sejak diketahui itu katakanlah tanggal 13, paling lambat dia melaporkan 7 hari setelah itu, jadi harus tanggal 20 Februari, lewat dari 20 Februari itu mengakibatkan kadaluwarsa atau lewat waktu,” tukas Paransi.

“Lewat waktu ini atau kadaluwarsa menimbulkan dua implikasi hukum, yang pertama kadaluarsa itu mengakibatkan menimbulkan hak, yang kedua adalah menggurkan hak, termasuk menggugurkan hak penuntutan,” sambungnya.

Eugenius juga telah menyampaikan pandangannya kepada Sentra Gakkumdu Manado saat dipanggil sebagai saksi ahli dalam kasus ini.

“Kami menyampaikan secara formil dalam berita acara itu bahwa kasus ini tidak masuk lagi pada ranah sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat 1 yakni dilaporkan pada setiap tahapan pemilu, kemudian pada ayat 3 laporan yang disampaikan sebagaimana ayat 1 itu disampaikan paling lama 7 hari diketahui. Jadi kalau kita lihat pada waktu pengkajian kami, kalau menghitung dia (pelapor) dalam kasus ini, dia mengetahui (pelanggaran pemilu money politic) pada tanggal 11 April, kemudian dilaporkan ke Bawaslu RI tanggal 17 April. Sehihgga kalau dia lapor di bulan itu, itu sudah di luar tahapan penyelenggaraan pemilu,” katanya.

“Menurut pandangan kami tentang hukum kepemiluan ini telah kadaluwarsa,” sambung Paransi.

Dirinya juga menggambarkan secara garis besar, ketentuan dalam pelanggaran money politik.

“Saya kira money politic yang paling utama itu ada unsur ajakan, ajakan untuk memilih, itu unsur paling utama dalam money politic. Dia (seseorang) memberikan sesutu dan mengajak pilih calon tertentu. Kalau pemberian tanpa ajakan itu bukan money politic,” terangnya.

Redaksi